
Riuh suara bocah sudah terdengar sejak matahari masih mengintip malu, di balik hutan kars, di belakang kampung. Jam menunjukkan pukul 7 pagi saat itu. Masih dua jam lagi sebelum kegiatan bersama anak-anak dimulai. Sambil berlarian dengan kaki telanjang, keceriaan mereka memantik percik semangat di pagi itu, seiring dengan pecahnya sinar matahari di langit.
Suara keramaian bocah di Kampung Batufiafas, Distrik Kokas, Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat, terjadi karena ketidaksabaran mereka menanti giat Pendidikan Lingkungan Hidup, atau biasa disebut PLH, yang akan disampaikan oleh Manu dari Komunitas Fakfak Mengajar. Tampak juga kehadiran mereka, yang berumur empat sampai 9 tahun, walaupun kegiatan menyasar anak sekolah dasar, usia sepuluh hingga dua belas tahun.
“Ade-ade, ayo kita buat lingkaran,” suara Manu menyeruak di antara riuh anak-anak. Instruksi tersebut menjadi penanda bahwa proses kegiatan dimulai. Imanuel David Yanter Hindom, ST, demikian nama lengkap Manu, pria tinggi, berkulit gelap dengan rambut keriting ikal, yang merupakan Ketua Komunitas Fakfak Mengajar. Manu sangat perhatian pada pendidikan lingkungan, dan aktif berkampanye tentang pentingnya lingkungan sebagai bagian dari pendidikan. Dia memandang sangat penting generasi muda di Fakfak paham akan hal itu.
Sebelum dan Sesudah
”Tujuh tahun lalu, Fakfak Mengajar, kitong (kami) bentuk atas dasar kepedulian terhadap dunia pendidikan dan literasi di Fakfak. Sejak awal, kitong fokus dengan program pendidikan, seperti Sehari Membaca, Fakfak Edutourism, Fakfak Bedah Kampus, Olimpiade Fakfak Cerdas dan Karya ilmiah,” Manu membuka kisahnya.
Saat itu, matahari baru saja hilang di tengah laut. Kami duduk santai di teras sebuah rumah, dekat dermaga kampung, yang menghadap ke arah laut. Pemandangan sore ini sangat menenangkan. Sesekali Manu menarik jaketnya untuk menghalau angin pantai yang mulai bertiup sedikit lebih kencang.
”Para anggota Fakfak Mengajar itu bekerja secara sukarela. Kitong berasal dari latar belakang yang berbeda. Ada guru, ada masih mahasiswa, ada anak SMA. Sa (saya) sering terharu dengan dong pu (mereka punya) semangat. Sebagai sukarelawan, kitong terbiasa kerja tanpa berharap apa-apa, macam bayaran bagitu (semacam honor). Bahkan kitong sering baku (saling) kumpul uang supaya bisa ada kegiatan,” dengan mata memandang jauh, Manu terus bercerita.

Anggota Fakfak Mengajar sedang melakukan Training Of Trainer kepada para guru dan champion yang ada di kampung-kampung dalam Kawasan Konservasi Taman Pesisir Teluk Nusalasi Van Den Bosch
Ketertarikan Manu pada pendidikan lingkungan terjadi ketika menerima pelatihan Traini
ng Of Trainer, yang diberikan oleh Konservasi Indonesia (KI), di akhir 2021. Organisasi ini melatih anggota Fakfak Mengajar untuk menjadi fasilitator PLH Anak GEMBIRA (Gemar Belajar Lingkungan dan Konservasi Alam), yang berbasis pada modul dengan pendekatan Ridge to Reef atau Hulu ke Hilir. Rangkaian materi berisi tema tentang sumber daya alam di daerah pegunungan hingga sumber daya alam di daerah perairan.
”Sa (saya) ingat, KI mendampingi Fakfak Mengajar mulai dari menguatkan kemampuan sebagai fasilitator PLH sampai pengelolaan organisasi supaya profesional, meskipun kitong ini hanya komunitas. Bersama KI, Kami melakukan PLH Anak GEMBIRA di seluruh kampung dalam Kawasan Konservasi Taman Pesisir Teluk Berau dan Taman Pesisir Teluk Nusalasi Van Den Bosch,” sambung Manu sambil memandang anak- anak yang terlihat mulai kumpul untuk memancing di ujung dermaga.
Pendidikan, yang Manu terima, membuatnya sadar bahwa Fakfak memiliki kekayaan sumber daya dan potensi wisata alam yang melimpah dan harus dijaga. Cagar Alam, bisa ditempuh sekitar 30 menit dari pusat kota, tempat orang, termasuk turis asing, melakukan pemantauan burung. Beragam burung yang menarik dan cantik bisa diamati di kawasan itu. Dua Kawasan Konservasi Taman Pesisir, yaitu Teluk Berau dan Teluk Nusalasi-Van Den Bosch juga menawarkan wisata bahari, seperti diving spot, snorkeling, bahkan air terjun dari hutan yang langsung ke laut.

Salah satu proses PLH dengan menggunakan modul Anak GEMBIRA materi ‘Kemana Sampah Pergi’.
Manu, bersama anggotanya, melihat betapa besar ketergantungan masyarakat terhadap sumber daya alam yang mereka miliki, baik di hutan maupun di laut. Mereka sepakat bahwa kesadaran akan pengelolaan sumber daya alam secara bertanggung jawab dan berkelanjutan penting dimiliki orang Fakfak sejak usia dini. Generasi muda perlu berkomitmen terhadap pengelolaan sumber daya alam untuk masa depan.
”Anak-anak di kampung itu, dong (mereka) pintar-pintar. Cara penyampaian modul dengan bentuk role play (permainan) membuat mereka cepat paham. Dong belajar tentang ekosistem di pegunungan, di pesisir dan perairan, tentang satwa dan biota yang dilindungi. Bahkan, kitong ajar apa yang boleh dan tidak boleh, seperti masalah sampah,” Manu penuh semangat menyampaikan isi dari modul pendidikan.
Dengan dukungan KI, Fakfak Mengajar berhasil melakukan pendidikan pada 1.472 orang siswa-siswi SD dari 46 sekolah di 36 kampung. Tidak berhenti di situ, Fakfak Mengajar juga melatih 115 orang guru dan menurut Manu mereka sudah mengimplementasikan pendidikan itu pada anak didiknya.
”Sampai saat ini, kitong sering diminta oleh guru-guru dari sekolah, yang ada di kota Fakfak ,untuk melatih mereka dan melakukan PLH. Kami juga sudah menandatangani Perjanjian Kerja Sama sebagai mitra resmi pengelola kawasan, Badan Layanan Umum Daerah Unit Pelaksana Teknis Daerah Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Kaimana,” dengan kebanggaan Manu masih lanjut dengan celotehnya.
Mimpi yang Menjadi Niscaya

Bapak Taher, salah satu guru yang dilatih oleh FM, sedang mengimplementasikan salah satu materi PLH kepada anak didiknya di MI (SD) Asy-Syafi’iyah, Kabupaten Fakfak.
Keaktifan dan gerakan yang tiada henti, serta ambisius dari Manu dan teman- temannya, membuahkan angin segar dan penyemangat. Pada akhir Juli 2023, pembacaan hasil sidang Komisi 1 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Kabupaten Fakfak, menyatakan kurikulum PLH Anak GEMBIRA sebagai salah satu poin rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Fakfak.
”Sa sangat senang sekali. Mimpi kitong telah ada di depan mata. Prosesnya tra (tidak) mudah karena ini sangat erat kaitannya dengan komitmen dan political will dari Pemerintah Daerah Kabupaten Fakfak. Tapi kitong tetap optimis,” melangkah menuju tempat kami menginap, Manu masih terus bernostalgia.
Saat ini, proses kurikulum sudah ditindaklanjuti oleh Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, Kabupaten Fakfak. Manu dan anggotanya diminta untuk menyiapkan Rencana Anggaran Kegiatan guna pembuatan kurikulum muatan lokal PLH Anak GEMBIRA. Mimpi menghasilkan generasi muda yang peduli lingkungan sudah di depan mata.
“Kitong berharap KI akan terus mendampingi kami untuk mengawal proses ini,” tutup Manu sambil menggaet handuk coklatnya dan melangkah menuju ke kamar mandi.