Penjaga Hutan dari Sorong Selatan

Hujan yang menggila sejak dini hari tadi memang sudah reda, namun barisan awan hitam yang menyertainya tampak masih enggan beranjak dari Distrik Konda, Kabupaten Sorong Selatan. Suasana yang seakan menyeringai terhadap rencana kami untuk mengambil beberapa foto dan footage matahari terbenam di Kampung Wamargege, salah satu kampung pesisir di distrik tersebut.

“Kita coba saja lah,” bisik I Wayan Adi Mahardika, Adi, mencoba optimis.

Pada hari itu, selain saya (Nikka) dan Adi, ada Rens Lewerissa (Nyong), dan Jekson Bisai (Jeky) dari Konservasi Indonesia (KI) dalam ‘perburuan’ di beberapa kampung di distrik seluas lebih dari 400 kilometer persegi ini. Kampung Wamargege adalah destinasi pamungkas untuk pekerjaan hari itu, dalam rangka melakukan salah satu upaya lanjutan demi mendukung terwujudnya inisiatif Perhutanan Sosial.

Sebagai informasi, Perhutanan Sosial di Distrik Konda dilakukan atas arahan pemerintah melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PERMEN LHK) No. 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial. Peraturan ini sesuai dengan keinginan dari masyarakat di sana untuk mengelola hutan secara berkelanjutan dan pengembangan inisiatifnya dirintis bersama- sama dengan pemerintah di beragam tingkatan dan KI.

Foto 1. Satu bagian Distrik Konda dari udara.

Berdasarkan peta kehutanan yang saya pernah lihat, Distrik Konda di Sorong Selatan secara faktual memang masih dilingkupi dengan areal hutan, dengan tipikal ekosistem hutan hujan tropis maupun gambut. Namun demikian, areal hutan yang dimaksud statusnya, seperti hampir 1,5 juta hektar kawasan hutan lainnya di Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua Barat Daya, adalah hutan produksi maupun Areal Penggunaan Lain.

Dengan kata lain, hutan-hutan lebat tersebut sewaktu-waktu dapat ‘hilang’ akibat aktivitas pemanfaatan ekstraktif. Sementara di lain sisi, berdasarkan Peraturan Menteri di atas, Perhutanan Sosial merupakan instrumen hukum yang bersifat bottom-up, yang artinya memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk memanfaatkan hutan mereka secara terbatas melalui ragam upaya pengelolaan berkelanjutan yang memprioritaskan perlindungan.

Foto 2. Distrik Konda terdiri atas hutan dataran rendah – seperti inilah lazimnya perjalanan dari Teminabuan menuju kampung-kampung di Konda.

Setelah terguncang-guncang selama hampir dua jam perjalanan dari Teminabuan, ibukota Sorong Selatan, dengan menumpangi mobil 4×4, akhirnya bangunan pertama di Kampung Konda, kampung yang bersebelahan dari Wamargege, terlihat.

“Sekarang kita jalan,” ujar Jeky, rekan kerja kami yang memang bertugas di Sorong Selatan, seraya membuka pintu mobil, mengeluarkan beberapa barang dari mobil, lalu mulai berjalan menuju Wamargege.

Foto 3. Kampung Wamargege dari udara