Kabupaten Raja Ampat: Konservasi dan Pariwisata yang Menguntungkan

Pada awal Januari tahun lalu, Kartika Dewi, atau yang akrab disapa Dewi, sedang bersiap untuk petualangan menyelamnya di perairan Kampung Arborek, Raja Ampat. Dengan cekatan, Dewi mengikat sabuk pada perangkat Buoyancy Compensator Device (BCD) yang dipasang pada tabung selamnya. Langit hari itu terasa cerah dan hangat, jauh berbeda dengan kondisi pada Desember sebelumnya yang penuh hujan.

Setelah memastikan semua peralatan terpasang dengan baik, Dewi mengenakan masker dan sepasang jet fin. Dengan satu langkah mantap, dia melompat ke belakang dari panggung kapal, bergabung bersama para penyelam lainnya dalam misi mencari pari manta.

Hari itu, Dewi tidak sendirian. Ia dipimpin oleh divemaster Githa Anathasia, yang juga pemilik Arborek Dive Shop (ADS), serta didampingi beberapa penyelam lainnya, Dewi melakukan penyelaman di sebuah cleaning station yang dikenal menjadi tempat favorit pari manta. Misi mereka? Bertemu dengan pari manta yang sangat ikonik yang membuat penasaran banyak penyelam.

“Ini adalah pertama kalinya saya bertemu pari manta di Raja Ampat. Saya pernah bertemu mereka di Nusa Penida, Bali, dan Taman Nasional Komodo, tetapi pengalaman kali ini terasa berbeda,” ujar Dewi setelah menyelam. Terlihat jelas bagaimana matanya bersinar penuh kekaguman saat dia menceritakan pengalamannya menyelam bersama pari manta.

Pertemuan dengan pari manta kali ini terbilang tidak biasa karena para penyelam yang sudah menjaga jarak aman agar tidak mengganggu, nyatanya malah dihampiri oleh kawanan hewan itu. “Melihat sekumpulan pari manta begitu mudah di Raja Ampat adalah pengalaman yang luar biasa. Semua penyelam tetap berada di belakang garis pengamatan, dan para manta mendekati kami, bukan sebaliknya.”

Dewi membandingkan pengalamannya di Raja Ampat dengan tempat lain yang pernah dikunjungi. Menyaksikan banyaknya jenis pari manta oseanik atau manta raksasa yang berseliweran di dalam laut memberikan rasa takjub tersendiri.

Dalam sebuah penelitian yang dirilis pada tahun 2023 mengenai populasi pari manta di Raja Ampat, terungkap bahwa hewan ini berkembang dengan baik, bahkan melebihi populasi manta di tempat lain di dunia. Bisa jadi hal tersebut adalah dampak dari perlindungan penuh yang diberikan oleh Indonesia terhadap spesies ini sejak 2014 silam. Meski begitu, Dewi yakin peran masyarakat termasuk komunitas penyelam yang menyadari dan memahami tentang konservasi juga membuat kawasan Raja Ampat sebagai rumah yang aman dan nyaman untuk kawanan pari manta.

Keberhasilan Homestay dan Dive Center Lokal

Limpahan kekayaan alam Raja Ampat yang terjaga dan keberadaan spesies-spesies eksotis di kawasan ini yang menjadi incaran para wisatawan dalam dan luar negeri, ternyata membawa dampak besar pada peningkatan sektor wisata. Salah satunya dalam bisnis penginapan.

Pengusaha homestay lokal seperti Eki Mambrasar, pemilik Kayafyof Homestay di Kampung Arborek, mengaku mengalami peningkatan ekonomi melalui upaya konservasi yang dilakukan pemerintah. “Keberadaan kawasan konservasi sangat membantu kami pengusaha homestay,” ungkap Eki.

Di Raja Ampat, konsep homestay sedikit berbeda dibandingkan dengan penginapan pada umumnya. Di sini lebih mirip dengan guest house, di mana tamu menginap di tempat yang terpisah dari rumah pemilik, namun tetap dapat berinteraksi dengan keluarga pemilik. Sebagian besar homestay dikelola oleh penduduk lokal, dan ini juga yang memberikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin merasakan kehidupan masyarakat setempat.

Kayafyof, yang dibuka pada Oktober 2013, adalah contoh nyata bagaimana usaha homestay lokal berkembang pesat seiring dengan semakin berkembangnya pariwisata di Raja Ampat. Dari awal yang hanya memiliki tiga kamar, kini telah berdiri sembilan kamar dengan kapasitas hingga 18 tamu per hari.

Bagi Eki, musim puncak pariwisata, yaitu periode Oktober hingga Januari, bertepatan dengan musim kemunculan pari manta. Pendapatan dari bisnisnya pun mencuat hingga puluhan juta. “Biasanya di bulan Desember, kami bisa menerima sekitar 50-60 tamu, dengan omzet sekitar 25 hingga 30 juta rupiah per bulan,” jelas Eki.

Dinas Pariwisata Kabupaten Raja Ampat 2023, mencatat jumlah homestay di Raja Ampat mencapai 201 unit, lebih banyak dibandingkan dengan keberadaan 58 akomodasi lainnya yang masuk dalam kategori hotel atau resor. Ini menunjukkan bahwa homestay menjadi pilihan utama bagi wisatawan yang mencari pengalaman lebih autentik dan terjangkau di Raja Ampat.

Meski bisnis penginapan di Raja Ampat kian bertambah, Eki menekankan bahwa persaingan di Kampung Arborek tidak menjadi masalah besar. “Masing-masing homestay punya kelebihan dan rezeki masingmasing. Tidak ada rasa iri hati. Semua ada tamu,” ungkapnya.

Cerita serupa juga datang dari Githa Anathasia, istri dari Marsel Mambrasar, yang bersama suaminya mendirikan Arborek Dive Shop (ADS) sejak tahun 2016. Berawal dengan satu perahu nelayan dan empat set perangkat SCUBA diving, kini ADS dapat melayani hingga 14 tamu untuk tiga kali penyelaman setiap harinya. “Kami bekerja sama dengan beberapa homestay di Arborek dan pulau-pulau sekitar seperti Pulau Gam dan Mansuar,” kata Githa.

Bagi ADS, bulan Oktober hingga Maret adalah periode tersibuk, bertepatan dengan musim pari manta yang menarik kedatangan penyelam dari seluruh dunia. “Setiap bulan kami bisa menerima sekitar 40 penyelam, dengan pendapatan bersih sekitar 90 hingga 100 juta rupiah,” tambah Githa.

Dengan semakin banyaknya pengusaha lokal yang terlibat dalam sektor pariwisata di Raja Ampat, keberadaan kawasan konservasi memang terbukti menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Usaha homestay dan dive center yang dikelola oleh penduduk lokal ini tidak hanya menyediakan lapangan pekerjaan, tetapi juga memastikan bahwa pariwisata di Raja Ampat tetap berkelanjutan, dengan menjaga kelestarian alam dan kebudayaan setempat.

Sains di Balik Pariwisata Pari Manta Raja Ampat

Perlindungan alam melalui cara-cara konservasi, kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat, dan juga organisasi berbasis sains, menjadi kerja sama multipihak yang diharap bisa memanjangkan umur dunia. Konservasi Indonesia (KI) hadir di kabupaten ini pun untuk memaksimalkan harapan besar yang diinginkan oleh masyarakat Raja Ampat.

Bird’s Head Seascape Shark Science and Management Coordinator Konservasi Indonesia, Abdi Hasan, mengungkapkan, program konservasi pari manta merupakan salah satu program KI dalam mendukung efektivitas pengelolaan kawasan konservasi perairan. “Fokusnya mengombinasi kegiatan survei bioekologi dan perilaku, sekaligus mendukung pengelolaan pariwisata berkelanjutan berbasis pari manta. Kegiatannya berupa monitoring populasi dan survei habitat serta mendukung pengelolaan situs selam pari manta,” ujar Abdi.

Abdi menambahkan bahwa, KI melanjutkan kerja Conservation International di Indonesia, bersama pengelola kawasan konservasi di Raja Ampat dan mitra lainnya telah tergabung dalam Kelompok Kerja (Pokja) Manta Raja Ampat, yang dibentuk sejak tahun 2012.

Pekerjaan Pokja berupa survei populasi menggunakan metode Photo ID, yaitu mengidentifikasi setiap individu yang dijumpai melalui pola totol pada bagian ventral fauna anggun ini. Hingga Maret 2023 diidentifikasi sebanyak 1774, dengan 1023 jantan dan 687 individu betina di antaranya.

Sedangkan dalam konteks pengelolaan, proses pendampingan teknis bagi personel Badan Layanan Umum Daerah Unit Pelaksana Teknis Daerah (BLUD UPTD) Pengelolaan Kawasan Konservasi di Perairan Kepulauan Raja Ampat di Pos Pengawasan Manta Sandy terus dilakukan. Lokasi ini adalah salah satu habitat pari manta yang populer sebagai dive site.

“Ke depannya, monitoring populasi di beberapa lokasi potensial terus dilakukan, guna memastikan nursery area pari manta, dan implementasi pengelolaan Manta Sandy di situs selam pari manta. Di sisi lain upaya penguatan kemitraan, bersama industri pariwisata juga ditingkatkan, misalnya terhadap operator resor agar tamunya turut berpartisipasi dalam Photo ID sehingga titik pemantauan menjadi semakin luas,” tutur Abdi.

Kolaborasi Berkelanjutan untuk Pari Manta dan Pariwisata

Keberhasilan pelestarian alam dan pengembangan pariwisata di Raja Ampat tidak bisa lepas dari peran aktif pemerintah dalam pengelolaan kawasan konservasi. “Kami berharap masyarakat dan semua pihak dapat berpartisipasi dalam upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan pari manta secara berkelanjutan,” tegas Kepala BLUD UPTD Pengelolaan Kawasan Konservasi (KK) di Perairan Kepulauan Raja Ampat, Syafri, S.Pi.

Langkah konkret untuk mewujudkan hal tersebut terlihat melalui pengelolaan situs selam Manta Sandy, yang terletak di dua kawasan konservasi yang dikelola oleh BLUD UPTD Pengelolaan KK di Perairan Kepulauan Raja Ampat, dan satu kawasan yang dikelola oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang Satuan Kerja (Satker) Raja Ampat. BLUD UPTD membangun satu pos pengawasan khusus untuk mengatur aktivitas pariwisata di Manta Sandy.

Pada 2023, Manta Sandy telah dikunjungi oleh 2097 wisatawan pada periode Januari hingga Mei, yang menunjukkan tingginya minat wisatawan terhadap situs ini. Keberadaan pos pengawasan bertujuan untuk menjaga agar kegiatan pariwisata berlangsung dengan tertib dan tidak merusak ekosistem laut, khususnya habitat pari manta.

Pendapatan yang diperoleh dari Tarif Layanan Pemeliharaan Jasa Lingkungan (TLPJL) atau tiket masuk kawasan konservasi juga sangat berperan dalam mendukung pengelolaan kawasan. Pendapatan tersebut digunakan untuk berbagai kegiatan, termasuk upah karyawan, biaya operasional pos pengawasan, serta patroli rutin berbasis masyarakat yang dikenal dengan program Jaga Laut.

Dengan semakin meningkatnya jumlah wisatawan, pemasukan dari TLPJL sepanjang 2023 mencatat 25.531 tiket yang terjual, sebuah pemulihan yang menggembirakan setelah penurunan tajam pada masa pandemi COVID-19.

Kini, walau angin segar tengah kembali berembus di Raja Ampat, perkembangan pariwisata yang pesat itu membawa tantangan baru. Salah satunya persaingan antar pengusaha wisata dan tekanan terhadap sumber daya alam.

Meski begitu, capaian dari kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat saat ini menunjukkan bahwa dengan koordinasi yang solid dan pendekatan berbasis sains, pariwisata yang bertanggung jawab dan berkelanjutan dapat tercapai. Kolaborasi ini membuka peluang untuk menciptakan ekosistem pariwisata yang tidak hanya menguntungkan ekonomi lokal, tetapi juga menjaga kelestarian alam untuk generasi mendatang.