“Bintang Pelindung” Hiu Belimbing di Raja Ampat

“Hari ini Audrey sudah bisa makan makanan hidup; siput laut,” ujar Maryrose Tapilatu. Binar matanya terpancar ketika Mary, begitu biasa ia dipanggil, mengungkapkan perkembangan terkini dari salah satu ‘anak asuhnya’ kepada saya. Mary merupakan salah satu akuaris dari hiu belimbing (Stegostoma tigrinum) yang menetas di fasilitas milik Raja Ampat Research and Conservation Center (RARCC).

“Saya telah membaca banyak referensi mengenai hiu, akan tetapi saya belum pernah menemukan artikel yang menyebutkan adanya hiu yang memakan siput dengan cara disedot,” lanjut Mary. Memerhatikan makan hiu belimbing ‘hanyalah’ satu dari banyak tugas akuaris, yang secara singkat peran utamanya adalah untuk merawat telur hingga anakan hiu belimbing yang menetas untuk memastikan kesehatan dan keselamatan mereka tetap terjaga sebelum dilepasliarkan ke perairan Raja Ampat.

Audrey, bersama-sama Charlie dan Kathlyn, adalah tiga anakan hiu belimbing yang berada dalam perawatan Mary dan kawan-kawan di fasilitas yang berlokasi di Pulau Kri, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya. Pada bulan Oktober tahun 2022, untuk pertama kalinya saya berkesempatan bertemu dengan empat akuaris dari RARCC, yaitu Shannon Latumahina, Maryrose Tapilatu, Julia Rosemary Tapilatu, dan Dolly Tahalele.

Hiu belimbing merupakan salah satu jenis hiu yang berstatus “Terancam Punah” (Endangered) berdasarkan Daftar Merah International Union for the Conservation of Nature (IUCN) akibat praktik perikanan yang tidak bertanggung jawab dan/atau merusak, yang intensitasnya memuncak pada periode 1990-an. Hiu belimbing dapat ditemukan di perairan dangkal Indo- Pasifik, dari pesisir timur benua Afrika, Laut Merah, hingga ke perairan Fiji dan Kepulauan Marshall.

Maryrose Tapilatu sedang bekerja bersama-sama Jaya Ratha dari Thrive Conservation – salah satu mitra dari Proyek StAR, dalam mempersiapkan prosedur pemasangan penanda untuk salah satu individu hiu belimbing

 

Fasilitas yang dikelola Raja Ampat Research and Conservation Center di Pulau Kri, Raja Ampat

RARCC merupakan satu dari dua mitra dimana terdapat fasilitas penetasan hiu belimbing di Raja Ampat. Satu fasilitas lagi berada di dalam kompleks Misool Resort, yang pengelolaannya dilakukan oleh Yayasan Misool Ekosistem Regenerasi (MER). Inisiatif repopulasi hiu belimbing di Raja Ampat merupakan bagian dari Proyek StAR, kependekan dari Stegostoma tigrinum Augmentation and Recovery.

Proyek StAR, yang digerakkan oleh pemerintah di beragam tingkatan bersama-sama mitra lainnya di Indonesia dan internasional – termasuk Konservasi Indonesia (KI), bertujuan untuk membangun kembali populasi hiu belimbing Indo-Pasifik yang sehat, dengan keragaman genetik, dan mampu berkembang biak di Papua Barat Daya.

Secara sederhana, Proyek StAR berupaya untuk mewujudkan tujuannya dengan mendatangkan telur-telur hiu belimbing dari berbagai lokasi – istilah kerennya ‘translokasi,’ untuk selanjutnya ditetaskan, dirawat, dan akhirnya dilepasliarkan di habitat aslinya, terkhusus Raja Ampat.

“Hal pertama yang terlintas adalah perasaan excited, karena role sebagai akuaris bukan pekerjaan yang umum. Ditambah lagi, ada keterkaitan langsung antara pekerjaan, passion, dan latar belakang studi saya. Sehingga kesempatan ini merupakan hal yang sangat berharga bagi saya untuk belajar dan berkembang,” papar Julia Rosemary Tapilatu – biasa disapa ‘Jul, ketika ditanya mengenai ketertarikannya menjadi akuaris untuk Proyek StAR ini.

Sebagai informasi tambahan, Proyek StAR ini berada di bawah ‘naungan’ ReShark Program, sebuah inisiatif konservasi berskala global yang bertujuan untuk memulihkan populasi hiu dan pari yang terancam punah melalui program konservasi translokasi dan pemulihan spesies tertentu di area historis jelajahnya. Inisiatif ini beranggotakan 76 mitra dari 15 negara dengan beragam latar belakang, mulai dari pemerintah, aquaria publik, organisasi non-pemerintah, hingga institusi akademik.

Akuaris-akuaris, selain memiliki latar belakang pendidikan yang erat kaitannya dengan proyek, mereka juga dibekali pelatihan intensif selama 1 bulan dari tenaga ahli akuaris dan dokter hewan dari Jakarta AQuarium & Safari (JAQS). Selama pelatihan intensif ini para akuaris proyek StAR dibekali keterampilan cara merawat bayi hiu, membersihkan kandang, menjaga kualitas air, dan mengamati perkembangan bayi hiu.

Akuaris merupakan garda terdepan dalam proyek StAR, karena peranannya sangat krusial untuk keberhasilan proyek dalam membantu memastikan bahwa bayi hiu yang dibesarkan di tempat penetasan memiliki peluang bertahan hidup yang tinggi. Sehingga pembekalan dan peningkatan kapasitas akuaris lokal ini menjadi sangat penting. Selanjutnya, mereka ditugaskan di Raja Ampat, yang segera disusul dengan pengiriman telur-telur pertama dari SEA LiFE Sydney Aquarium, Australia, pada bulan Agustus tahun 2022. Pekerjaan para akuaris pun dimulai.

Shannon, Mary, ‘Jul, dan Dolly juga secara bergantian menuturkan bahwa rutinitas mereka selaku akuaris mencakup briefing yang rutin setiap hari, mengamati perilaku individu-individu hiu belimbing, membersihkan tangki tempat tinggal sementara mereka, mempersiapkan pakan dan mengukur jumlah konsumsinya, mengukur kualitas air, upaya perawatan fasilitas peneluran secara keseluruhan, hingga memberikan edukasi kepada setiap pengunjung yang menyambangi fasilitas penetasan.

Julia Rosemary Tapilatu sedang melakukan pengecekan bersama-sama Dolly Tahalele

 

Hiu belimbing merupakan salah satu target perikanan tidak bertanggung jawab dan/atau merusak pada tahun 1990-an – alasan utama penurunan drastis hiu jenis ini

“Pemberian makanan kami lakukan sebanyak empat kali dalam sehari. Jika salah satu individu mengalami penurunan jumlah makanan yang dikonsumsi, maka kami akan mengganti jenis makanan, melihat potensi penyebab stres, mencoba mengurangi interaksi dengan manusia, dan lain sebagainya,” tutur Mary. Terkait kualitas air, mahasiswi yang sedang menempuh pendidikan pasca-sarjana ini melanjutkan, “Parameter yang kami ukur antara lain (mencakup), suhu, tingkat keasaman atau pH, tingkat oksigen terlarut, dan juga amonia.”

Ketika ditanya lebih jauh mengenai rutinitas kerja dan pertumbuhan ‘bayi-bayi’ mereka, ‘Jul menjawab, “Rutinitas mingguan kami yaitu mengukur pertumbuhan hiu, yang mencakup panjang, berat, dan girth (diameter terbesar dari tubuh hiu, pen.). Sementara secara berkala juga kami mencari stok pakan jika stok di fasilitas hatchery menipis.”

Sistem ini merupakan yang pertama kali dilakukan di dunia sehingga masih melalui proses analisa dan penelitian secara rutin terkait tingkat keberhasilan proyek ini.

“Kekhawatiran (ketika) fase telur mencakup kondisi telurnya, lalu kualitas air yang mendukung pertumbuhannya, hingga pergerakan embrio di dalam cangkang. Lalu ketika fase anakan adalah ketika mereka berada di dalam tangki dan tambak, mulai dari jenis makanan, cara terbaik untuk membiasakan insting berburu sejak dini, kondisi alam yang tidak bisa ditebak, predator, hingga penyakit,” papar ‘Jul ketika ditanya mengenai kekhawatiran terhadap hiu-hiu belimbing yang berada dalam perawatan mereka.

Shannon lantas menimpali, “Karena ini merupakan pilot project, tentunya ada beberapa hal yang masih harus dikembangkan. Salah satu concern terbesar saya adalah fase pasca- pelepasliaran; bagaimana kita mengetahui kondisi setiap anakan, lalu kemampuan mencari makan serta jenis dan variannya di alam liar, dan hal-hal lainnya yang diperoleh melalui observasi maupun pengumpulan data – yang kesemuanya penting sebagai bahan evaluasi dan pengembangan proyek.”

Laguna Wayag. ‘Rumah baru’ bagi Kathlyn, Charlie, dan Audrey

Waktu berlalu dan ‘bayi-bayi’ hiu di RARCC telah bertumbuh besar. Hingga pada bulan Januari 2023 Kathlyn dan Charlie sudah dilepasliarkan, sementara Audrey pada bulan Maret 2023.

“Kathlyn dan Charlie dinilai sudah bisa dilepasliarkan (pada bulan Januari 2023) karena terpantau sudah dapat mencari makan sendiri, dan panjangnya sudah mencapai lebih dari 70 cm dengan berat sekitar 1 kilo,” ungkap Abdy Wunanto Hasan, Elasmobranch Science and Management Coordinator dari KI, ketika diwawancarai secara terpisah.

Abdy Wunanto Hasan ketika melakukan monitoring bersama-sama Thrive Conservation dan Badan Layan Umum Daerah Unit Pelaksana Teknis Daerah (BLUD UPTD) Pengelolaan Kawasan Konservasi (KK) di Perairan Kepulauan Raja Ampat pasca-pelepasliaran Januari 2023

Sebelum dilepasliarkan, anakan hiu belimbing tersebut telah melalui tahap pemantauan intensif di fasilitas seapen (fasilitas dari Proyek StAR yang menyerupai tambak), dan juga telah dibenamkan penanda (tag) di dalam tubuh mereka agar dapat terus dipantau tingkat keberhasilan hidup dan perilakunya di alam liar.

Kathlyn, Charlie, dan Audrey dilepasliarkan di Laguna Wayag yang merupakan bagian Kawasan Konservasi Kepulauan Waigeo Sebelah Barat – salah satu Kawasan Konservasi Perairan di Raja Ampat. Ketika ditanya bagaimana perasaannya ‘melepas’ mereka ke alam bebas, Shannon, Mary, ‘Jul, dan Dolly serempak menjawab, “Campur aduk!”

Mewakili teman-temannya Shannon menambahkan, “Sepertinya saya bisa relate dengan perasaan Mama saya sewaktu melepas saya pergi bersekolah ke tempat yang jauh. Senang, karena akhirnya mereka bisa dilepasliarkan dengan journey yang baru. Sedih, karena tidak bisa melihat mereka setiap hari. Khawatir, apakah mereka bisa bertahan hidup? Bangga, karena pencapaian mereka hingga tahap ini. Berharap, agar mereka bisa menjadi ambassador bagi anakan-anakan berikutnya, dan juga tidak ada manusia yang mengganggu, bahkan mengeksploitasi mereka di alam liar.”

Raja Ampat telah berkembang menjadi salah satu destinasi pariwisata dunia, terutama bagi para penyelam dan pegiat wisata bahari. Inisiatif konservasi seperti Proyek StAR ini juga diharapkan dapat menambah manfaat bagi wisatawan, pelaku industri, pemerintah dan, terutama, masyarakat lokal; manfaat yang dapat dirasakan secara terus-menerus hanya jika dilakukan dengan bertanggung jawab.

 

Harapan dari Shannon tersebut mengakhiri sesi wawancara kami. Semoga juga ‘bintang- bintang pelindung’ hiu belimbing, dan fauna laut lainnya, seperti Shannon, Mary, ‘Jul, dan Dolly akan bertambah dan terus bersinar.