
JAKARTA, 11 Juni 2025 – Pemerintah resmi mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) di kawasan Raja Ampat setelah terbukti adanya pelanggaran terhadap ketentuan lingkungan dan status kawasan geopark. Keputusan ini mendapat dukungan penuh dari Konservasi Indonesia (KI), yang menegaskan bahwa kekayaan hayati dan keunikan ekosistem Raja Ampat tidak dapat tergantikan oleh wilayah manapun di dunia. Langkah ini dinilai sebagai bentuk komitmen nyata dalam menjaga warisan alam Indonesia yang tak ternilai, sekaligus memperkuat posisi Raja Ampat sebagai pusat konservasi laut dunia.
Senior Vice President and Executive Chair Konservasi Indonesia, Meizani Irmadhiany, mengatakan nilai ekologis, ekonomi, dan sosial yang telah dibangun oleh masyarakat adat di Raja Ampat sejak lama tidak dapat digantikan nilainya. Hal itu dikarenakan masyarakat adat Raja Ampat telah lama bekerja sama dengan para mitra pembangunan untuk mewujudkan pemanfaatan sumber daya alam berkelanjutan dalam mendorong perekonomian.
“Kami menyambut baik keputusan pemerintah untuk mencabut IUP di kawasan Raja Ampat. Ini adalah langkah penting dalam memastikan bahwa kawasan dengan nilai ekologis setinggi Raja Ampat tetap terlindungi dari aktivitas yang berpotensi merusak. Keanekaragaman hayati dan keindahan alam Raja Ampat adalah aset global yang tidak bisa digantikan. Keputusan ini menunjukkan bahwa pembangunan tidak harus selalu mengorbankan lingkungan, dan bahwa perlindungan alam bisa berjalan seiring dengan visi pembangunan berkelanjutan,” tutur Meizani.
Selain itu, imbuh Meizani, pengakuan dunia atas kelestarian alam Raja Ampat dengan dikukuhkannya sebagai situs geopark pada Mei 2023 lalu oleh UNESCO, sudah seharusnya menjadi pegangan pemerintah dalam melindungi kawasan ini. “Setiap kebijakan yang menyangkut Raja Ampat harus berpijak pada prinsip keberlanjutan dan perlindungan jangka panjang, bukan sekadar kepentingan ekonomi sesaat. Ini adalah momentum untuk menunjukkan bahwa Indonesia mampu menjadi pemimpin dalam konservasi laut dunia,” sebut dia.
Senior Ocean Program Advisor Konservasi Indonesia, Victor Nikijuluw, lebih lanjut menambahkan selain berpanduan pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil jo. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU 27 Tahun 2007 jo. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (selanjutnya disebut sebagai “UU PWP3K”) dalam pengelolaan Raja Ampat, pemerintah juga dapat melihat aspek keberlanjutan dari mata pencaharian penduduk lokal di kawasan ini.
“Pada 2017, Konservasi Indonesia bersama UNPATTI dan UNIPA melakukan studi yang menunjukkan Raja Ampat mampu menampung hingga 21.000 wisatawan per tahun tanpa merusak lingkungan. Temuan ini menegaskan bahwa pariwisata berkelanjutan adalah pilihan nyata untuk menjaga alam sekaligus mendorong ekonomi,” ungkap Victor.
Dia mencontohkan, secara sederhana jika satu wisatawan asing menghabiskan sekitar 1.000 dolar selama satu minggu kunjungannya di Raja Ampat (untuk biaya sewa homestay, konsumsi, hingga transportasi),maka setiap 1.000 wisatawan akan berkontribusi sekitar 1 juta dolar ke ekonomi lokal. Dengan daya dukung 21.000 wisatawan per tahun, artinya potensi ekonomi dari pariwisata berkelanjutan bisa mencapai 21 juta dollar.
“Angka tersebut belum termasuk efek dari perputaran transaksi selama kunjungan turis tersebut. Kami mengestimasikan untuk trickle-down and multiplier effects sektor wisata Raja Ampat ini bisa mencapai 31,5 juta dollar, sehingga total value wisata keseluruhan sangat mungkin untuk mencapai 52,5 juta dollar. Aktivitas tambang tidak hanya dapat merusak lingkungan, tapi juga bisa membuat masyarakat dan pemerintah daerah kehilangan potensi besar yang dapat menopang ekonomi lokal hingga puluhan tahun ke depan,” kata dia.
Konservasi Indonesia sebagai organisasi lingkungan berbasis sains juga mengestimasikan kehancuran ekonomi jika ekosistem bawah laut Raja Ampat rusak akibat spillover sisa atau sampah serta dari hilir mudik transportasi pertambangan di perairan tersebut. Victor menilai, fisheries externality yang merupakan dampak perikanan sangat bisa menjadi ancaman besar.
Dalam salah satu studi, KI mendapati bahwa sebaran larva dispersal atau larva ikan yang bertelur di perairan dekat pertambangan dapat terbawa ke kawasan lain, yang kemudian memengaruhi sebaran ikan di wilayah tersebut. Victor mencontohkan, salah satunya jenis cakalang yang banyak mendiami perairan Indonesia timur. Di kawasan Raja Ampat, seperti Pulau Waigeo, telah sejak lama dikenal sebagai jalur ruaya jenis tuna dan cakalang di Indonesia.
“Jika kerusakan ekosistem laut di perairan Raja Ampat terjadi, maka jumlah ikan tuna dan cakalang pun akan menurun di perairan Indonesia, khususnya di Laut Banda dan Teluk Tomini. Padahal, ikan tuna dan cakalang yang melintasi Raja Ampat bermigrasi hingga ke Samudera Hindia, Samudera Pasifik. Artinya, efek pencemaran perairan Raja Ampat sangat dapat berdampak luas tidak hanya ke spesies di bawah laut, namun juga masyarakat di Gorontalo, Bitung, Ambon, hingga perairan Arafura, Maluku Tenggara,” beber Victor.
Tak berhenti sampai di situ, hal lain yang termasuk fisheries externality yakni terkait migrasi dari ikan-ikan yang disebut dengan spesies karismatik seperti jenis-jenis hiu, manta, hingga penyu. Dari sekitar 30 jenis mamalia laut yang melintasi perairan Indonesia, 15 di antaranya melalui dan mendiami perairan Raja Ampat. Konservasi Indonesia meyakini spesies-spesies tersebut diprediksi tidak akan lagi menjadikan Raja Ampat sebagai rumah atau jalur migrasi mereka jika terjadi pencemaran.
“Spesies yang terdiri dari ikan-ikan besar seperti hiu paus, jenis-jenis hiu lainnya, hingga penyu, itu hanya datang jika ada ikan-ikan kecil. Jika sebuah kawasan perairan sudah rusak lingkungannya, planktonnya sudah tidak ada, air tercemar, dan kemudian ikan-ikan kecil itu habis, maka ikan-ikan besar pun tidak akan lagi muncul di sana. Dengan dampak seperti itu, jika ingin dihitung maka kerugian yang akan terasa bisa menjadi beratus kali lipat dengan hilangnya spesies-spesies yang selama ini melintas ataupun menghuni di kawasan tersebut,” sebut Victor.
Raja Ampat dalam Angka
• Jumlah fasilitas pariwisata yang menyumbang terhadap pendapatan dari sektor pariwisata di Raja
Ampat saat ini (BLUD UPTD Raja Ampat, 2024):
– Homestay +/- 200 unit.
– Resort +/- 30 unit.
– Kapal Wisata 205 kapal.
– Terdapat +/- 160 titik spot selam/diving.
– Sebanyak 15 pusat diving (dive center).
– 163 orang bekerja sebagai pemandu wisata.
– 780 orang masyarakat lokal bekerja sebagai pekerja homestay.
• Sebanyak 1665 spesies ikan karang hidup di perairan Raja Ampat. (Conservation International,
2025).
• Pendapatan dari Tarif Jasa Lingkungan Raja Ampat tahun 2023 yang berasal dari wisatawan
internasional (24.467 pengunjung) menghasilkan Rp. 17.126.900.000. (BLUD Raja Ampat, 2023)
• Pendapatan Tarif Jasa Lingkungan Raja Ampat tahun 2023 dari wisatawan domestik (1.064
pengunjung) dan menghasilkan Rp. 452.200.000, (BLUD Raja Ampat, 2023)
• Peneliti kelautan Edy Setyawan, Ph.D – dalam penelitiannya bersama Konservasi Indonesia,
Conservation International, dan KKP pada tahun 2022 – mengungkap Laguna Wayag di Kawasan
Konservasi Kepulauan Waigeo sebelah barat sebagai area pembesaran pari manta pertama di dunia, yang
telah dibuktikan secara ilmiah.
• Terdapat 273 individu Hiu Berjalan (Hemiscyllium spp) dengan jenis Hemiscyllium freycineti yang
telah diidentifikasi di perairan Raja Ampat.
• Hasil monitoring tahun 2022 ditemukan bahwa tutupan karang keras hidup di KKP Kepulauan FAM
dan KKP Kepulauan Misool berada di atas 30%. (Konservasi Indonesia dan UNIPA, 2022)
• Rata-rata biomasa Ikan herbivora yang tedapat di Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD)
Selat Dampir sebesar 440,4 kg/hektare, sedangkan rata-rata biomasa ikan karnivora sebesar 88,1
kg/hektare. (UNIPA, 2021)
• Hasil monitoring pada tahun 2021, wilayah Selat Dampier memiliki tutupan karang keras hidup
sebesar 30,9%. (UNIPA, 2021)
• Presentase tutupan karang keras di dalam Suaka Alam Perairan (SAP) Waigeo sebelah barat
umumnya lebih dari 19-35%. Sedangkan untuk di luar kawasan konservasi adalah di bawah 19%. SAP
Waigeo sebelah barat berada dalam satu distrik yang sama dengan lokasi tambang Kawe. (UNIPA, 2021)
• Terdapat 553 spesies terumbu karang (dalam penelitian bersama sejumlah lembaga yang di
dalamnya turut terlibat Conservation International, 2012)
Tentang Konservasi Indonesia
Konservasi Indonesia (KI) merupakan yayasan nasional yang bertujuan mendukung pembangunan berkelanjutan dan pelestarian lingkungan di Indonesia. KI percaya pentingnya kemitraan multi pihak yang bersifat lintas sektor dan yurisdiksi untuk mendukung pelestarian lingkungan di Indonesia. Bermitra dengan Pemerintah dan para mitra, KI merancang dan menghadirkan solusi inovatif berbasis-alam, serta pendekatan strategi pengelolaan bentang alam dan bentang laut yang terintegrasi dan berkelanjutan untuk menghasilkan dampak positif dalam jangka panjang bagi masyarakat dan alam Indonesia. Informasi lebih lanjut: www.konservasi-id.org.
Narahubung Media:
Megiza | Communications Manager Konservasi Indonesia | mmegiza@konservasi-id.org