
JAKARTA, 24 April 2025 – Konservasi Indonesia (KI) bersama Rekam Nusantara Foundation dan konsorsium Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) konservasi mendukung Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) menyusun Panduan Analisis Biaya Manfaat Kawasan Konservasi. Panduan tersebut diluncurkan oleh KKP hari ini di Jakarta. Diharapkan, panduan ini menjadi acuan dalam membangun dan mengelolaan kawasan konservasi di Indonesia. Ini adalah langkah penting dalam mendukung efektivitas pengelolaan kawasan konservasi untuk memastikan keberlanjutan ekosistem serta kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat.
Panduan ini hadir untuk memberikan peta jalan yang lebih jelas dan praktis mengenai bagaimana melakukan analisis biaya dan manfaat bagi perencanaan dan pengelolaan kawasan konservasi perairan atau Marine Protected Area (MPA). Tujuan utamanya adalah untuk mendukung Pemerintah Indonesia dalam mencapai target global: melindungi 30% dari perairan Indonesia sebagai kawasan konservasi pada tahun 2045.
Direktur Konservasi Ekosistem Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Firdaus Agung, pada saat peluncuran buku panduan tersebut, menekankan bahwa kebijakan perluasan (30×45) bukan semata-mata hanya urusan ekologi, namun ada urusan yang lebih besar.
“Kita selalu meng-highlight manfaat konservasi unutk ekologi dan untuk ekosistem. Jadi kita lebih paham manfaatnya untuk karang dan juga manfaatnya untuk masyarakat sekitar, serta manfaat untuk pemerintah daerah. Harapannya, literasi dari panduan ini bisa dikembangkan lebih luas dari sekedar manfaat, yakni manfaat sosial ekonomi dengan menghadirkan hitungan-hitungan yang akuntabel, transparan, dan bisa dipertanggung jawabkan. Sekarang semua mengarah ke kebijakan Presiden, kebijakan Pemerintah, yang membicarakan ekonomi hijau, ekonomi biru, pembangunan berkelanjutan, investasi berkelanjutan, dan sebagainya,” tuturnya.
Dia menjelaskan bahwa dalam acara-acara besar di tingkat nasional, daerah, maupun internasional, pemerintah akan menunjukkan bahwa setiap rupiah yang diinvestasikan, termasuk kerugian akibat pembatasan di kawasan konservasi, akan digantikan dengan manfaat yang jauh lebih besar. “Manfaat-manfaat ini yang harus bisa diukur, dibuktikan, dan disosialisasikan kepada semua pihak yang berkepentingan,” tegasnya.
Senior Vice President & Executive Chair Konservasi Indonesia, Meizani Irmadhiany, mengatakan Pemerintah Indonesia telah menetapkan Visi MPA 30×45 sebagai upaya untuk mencapai target tersebut. Namun, tidak hanya soal pembangunan kawasan konservasi, yang lebih penting adalah pengelolaannya yang harus dilakukan secara efektif.
“Pengelolaan yang efektif berarti kawasan konservasi tidak hanya dapat menjaga keanekaragaman hayati, tetapi juga memberikan manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat sekitar. Salah satu tantangan utama dalam pengelolaan ini adalah pendanaan yang berkelanjutan, yang sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa program-program konservasi dapat berjalan dengan optimal,” ujar Meizani.
Dia menilai, panduan ini bertujuan untuk memberikan metodologi yang jelas dalam mengestimasi biaya yang dibutuhkan untuk mendirikan dan mengelola kawasan konservasi serta manfaat yang dapat diperoleh dari pengelolaan tersebut.
“Analisis ini juga mencakup penilaian terhadap dampak ekonomi kawasan konservasi bagi masyarakat lokal, serta strategi pendanaan yang dapat diterapkan agar pengelolaan kawasan dapat berlangsung dalam jangka panjang. Selain itu, dokumen ini akan memberikan gambaran mengenai kesenjangan antara biaya pengelolaan yang diperlukan dan anggaran yang tersedia, sebuah isu yang kerap kali menjadi hambatan dalam pelaksanaan konservasi,” imbuh Meizani.
Lebih lanjut, dia menambahkan bahwa KI meramu buku panduan ini untuk dapat digunakan oleh berbagai pihak yang terlibat dalam pengelolaan kawasan konservasi, mulai dari pemerintah pusat dan daerah hingga lembaga pengelola kawasan konservasi dan masyarakat setempat. Para pemangku kepentingan, kata dia, termasuk LSM dan akademisi, juga diharapkan dapat memanfaatkan panduan ini untuk meningkatkan kualitas pengelolaan kawasan konservasi yang berkelanjutan.
“Lembaga yang terlibat dalam pengelolaan kawasan konservasi dapat menggunakan panduan ini untuk melakukan analisis berkala, baik secara ex-ante dengan memproyeksikan biaya dan manfaat di masa depan, maupun secara ex-post menggunakan data yang ada untuk evaluasi kawasan yang sudah berjalan. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil dapat didukung dengan data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan,” tutur Meizani.
Di tempat yang sama, Lely Pertamawati, Perencana Ahli Madya Bidang Kelembagaan Pengembangan Potensi Kelautan dan Perikanan BAPPENAS, uga menambahkan bahwa analisis biaya-manfaat ini memberikan landasan yang sangat penting untuk merancang kebijakan publik yang efisien dan berbasis data. “Kami berharap panduan ini dapat digunakan sebagai instrumen untuk memastikan bahwa alokasi anggaran yang tepat dan sumber daya yang cukup tersedia untuk mendukung keberlanjutan kawasan konservasi, serta mendorong kerjasama antara sektor publik dan swasta dalam menjaga kelestarian ekosistem,” sebut Lely.
Tentang Konservasi Indonesia
Konservasi Indonesia (KI) merupakan yayasan nasional yang bertujuan mendukung pembangunan berkelanjutan dan pelestarian lingkungan di Indonesia. KI percaya pentingnya kemitraan multi pihak yang bersifat lintas sektor dan yurisdiksi untuk mendukung pelestarian lingkungan di Indonesia. Bermitra dengan Pemerintah dan para mitra, KI merancang dan menghadirkan solusi inovatif berbasis-alam, serta pendekatan strategi pengelolaan bentang alam dan bentang laut yang terintegrasi dan berkelanjutan untuk menghasilkan dampak positif dalam jangka panjang bagi masyarakat dan alam Indonesia. Informasi lebih lanjut: www.konservasi-id.org
Narahubung Media:
Nuniek | Event and Media Engagement Coordinator Konservasi Indonesia | 0812-2123-4667