RFP – Restorasi di Aek Haminjon

Closing Date: 17 Oktober 2025
Date of Issuance: 7 Oktober 2025

Sebagai salah satu wilayah yang menjadi pusat keanekaragaman hayati di Pulau Sumatra, Ekosistem Batang Toru (EBT) memiliki nilai ilmiah yang tinggi dan keanekaragaman hayati yang penting untuk dilindungi. Sebagian besar wilayah EBT masuk dalam kategori Kawasan Keanekaragaman Hayati Kunci/Penting (Key Biodiversity Area), yang merupakan salah satu tempat terpenting di dunia dalam perlindungan dan pelestarian spesies beserta habitatnya. Bagi orang utan tapanuli (Pongo tapanuliensis) yang dinyatakan sebagai spesies baru pada tahun 2017 (Nater et al., 2017) dan berstatus konservasi Kritis (Critically Endangered) menurut IUCN, EBT merupakan satu-satunya tempat tinggal dengan jumlah estimasi populasi ~800 individu (Sloan et al., 2018). Sebaran orang utan tapanuli telah terfragmentasi akibat aktivitas manusia, termasuk oleh jalan lintas Sumatra dan Sungai Batang Toru yang menjadi penghalang utama pergerakan orang utan. Habitat orang utan tapanuli telah terisolasi ke dalam tiga blok di EBT, yaitu Blok Barat, Blok Barat (Selatan), dan Blok Timur. Fragmentasi ini diperparah oleh degradasi hutan dataran rendah, sehingga habitat yang tersisa sebagian besar berada di ketinggian >600 mdpl (Kuswanda, 2014; Working Group of Batang Toru Landscape Management, 2019). Kondisi ini dapat meningkatkan risiko in-breeding, perburuan, dan konflik dengan manusia, yang mempercepat penurunan populasi secara drastis (Meijaard et al., 2021).

Pada wilayah Blok Timur Ekosistem Hutan Batang Toru, terdapat kawasan konservasi yaitu Cagar Alam Dolok Sipirok. Kawasan ini dan zona penyangganya merupakan salah satu habitat penting bagi Orangutan Tapanuli. Berdasarkan pengamatan citra satelit, kawasan ini berbatasan langsung dengan Desa Aek Haminjon dan Desa Nanggar Jati, Kecamatan Arse, Kabupaten Tapanuli Selatan.

Desa Aek Haminjon secara administratif memiliki luas wilayah 11.510 hektare, dengan jumlah penduduk sebanyak 1.033 jiwa. Sebagian besar masyarakat menggantungkan hidup dari aktivitas pertanian, perkebunan, serta pemanfaatan hasil hutan. Komoditas utama yang diusahakan meliputi padi, cabai, sayuran, kopi, karet, gula aren, dan kakao, serta tanaman musiman seperti durian dan petai. Lahan sawah menjadi sumber utama pangan rumah tangga, di mana panen padi umumnya dilakukan satu kali dalam setahun untuk mencukupi kebutuhan konsumsi keluarga hingga musim panen berikutnya.

Sementara itu, Desa Nanggar Jati memiliki luas wilayah 2.700 hektare dengan jumlah penduduk 513 jiwa dan kepadatan sekitar 20 jiwa/km² pada tahun 2024. Penduduk desa umumnya bermata pencaharian sebagai petani, pekebun, dan pemanfaat hasil hutan. Jenis tanaman yang dibudidayakan meliputi padi, cabai, sayuran, kopi, karet, aren, kakao, serta tanaman musiman seperti durian dan petai. Desa ini juga memiliki potensi alam yang besar, termasuk panorama persawahan, hutan, serta Bukit Nanggar Jati yang saat ini mulai dikembangkan sebagai destinasi wisata alam dan petualangan berbasis desa. Meskipun tidak ada komoditas yang sangat menonjol, kopi arabika dan robusta serta aren merupakan hasil utama dari kegiatan pertanian masyarakat. Sebagian besar warga juga mengelola lahan sawah untuk memenuhi kebutuhan pangan.

Di wilayah administrasi kedua desa ini, ditemukan sejumlah titik tutupan lahan yang mengalami degradasi dan memerlukan upaya pemulihan. Kerusakan ini diduga menjadi salah satu penyebab meningkatnya interaksi negatif antara warga dengan Orangutan Tapanuli. Dalam beberapa tahun terakhir, warga desa melaporkan keberadaan orangutan yang masuk ke kebun, merusak tanaman, dan menimbulkan kekhawatiran. Data dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) menunjukkan bahwa konflik serupa terjadi secara berkala di wilayah ini, termasuk di Desa Aek Haminjon dan Desa Nanggar Jati, serta desa-desa lain yang berada di sekitar zona penyangga Cagar Alam Dolok Sipirok. Hal ini menunjukkan perlunya penanganan yang segera melalui pendekatan kolaboratif dan partisipatif.

Pendekatan kolaboratif dan partisipatif tersebut mencakup kegiatan penyadartahuan masyarakat, rehabilitasi hutan melalui restorasi, penanaman pohon pakan dan pohon buah, serta penguatan kapasitas masyarakat sebagai pelaku konservasi. Upaya ini diharapkan tidak hanya memperkuat keutuhan dan kelestarian habitat Orangutan Tapanuli sebagai spesies yang sangat langka, tetapi juga mendorong peningkatan kesejahteraan ekonomi lokal melalui kemitraan antara lembaga swadaya masyarakat (LSM), pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat setempat.

Unduh PDF untuk informasi lebih lengkap.