Di seluruh dunia, ribuan ombak selancar terbaik di dunia tumpang tindih dengan ekosistem laut dan pesisir yang penting. Sayangnya, tempat-tempat ini menghadapi ancaman dari pembangunan yang tidak berkelanjutan, perusakan habitat, polusi serta perubahan iklim – dan efeknya dirasakan secara langsung oleh masyarakat pesisir dan peselancar.
Berselancar adalah kekuatan luar biasa untuk konservasi
Aktivitas selancar menghasilkan US $ 60 miliar per tahun dan dinikmati oleh lebih dari 35 juta orang di seluruh dunia. Mereka sangat terhubung dengan laut dan bersemangat melindungi tempat selancar favorit mereka dan ekosistem sekitarnya. Sehingga peselancar berkeinginan dapat mendukung konservasi dalam skala besar, membantu melindungi ekosistem penting dan gelombang sebelum nantinya hilang.
Konservasi Selancar (Surf Conservation)
Konservasi Selancar merupakan inisiasi kolaborasi Conservation International dengan mitra di seluruh dunia. Inisiasi ini mengaktualkan transformasi dalam bidang konservasi melalui mobilisasi komunitas selancar dalam melindungi lokasi yang tak tergantikan. Area tersebut dikenal dengan ombak yang luar biasa serta memiliki keanekaragaman hayati dengan ekosistem laut dan pesisir yang kaya akan karbon. Konservasi Indonesia, mitra pelaksana utama Conservation International, mendukung pelaksanaan di beberapa wilayah penting di Indonesia, dengan fondasi ilmu pengetahuan, kemitraan, dan kerja lapangan. Tujuan utama untuk mendukung komunitas dan organisasi dalam melindungi, melestarikan dan memanfaatkan alam serta keanekaragaman hayati yang berkelanjutan demi kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Pendekatan Kami
Konservasi Indonesia mendukung agenda pemerintah dan berkolaborasi dengan masyarakat lokal, membangun Kawasan Lindung Selancar (Surf Protected Area)
Kawasan Lindung Selancar akan:
Memberdayakan masyarakat lokal untuk melindungi kawasan alam yang tak tergantikan dengan keanekaragaman hayati tinggi dan ekosistem karbon tinggi melalui peraturan yang dapat ditegakkan secara hukum,
Mendukung pengembangan masyarakat yang berkelanjutan melalui bisnis yang terkait dengan selancar dan konservasi, dan
Membangun generasi peselancar berikutnya yang lebih konservasionis, melalui kemah dan kelas konservasi selancar, dengan fokus pada gender dan kesetaraan sosial.
Harapannya pendekatan inovatif untuk konservasi laut ini mengatasi ancaman, termasuk pengembangan pariwisata yang tidak bertanggung jawab, penggundulan hutan, penambangan karang dan pasir, penangkapan ikan yang merusak, polusi plastik sampah, pembangunan tidak berkelanjutan dan perubahan iklim serta pada akhirnya membantu alam dan manusia untuk berkembang dengan baik.
Pada akhir 2025, Konservasi Selancar akan membangun setidaknya 50 Kawasan Lindung Selancar di seluruh dunia yang akan melindungi lebih dari 150 ombak selancar dan mengubah kehidupan puluhan ribu orang. Khusus di Indonesia, target sebanyak 40 kawasan lindung selancar masuk dalam rencana pengembangan berikutnya.
Dampak Konservasi Selancar
Mendirikan 22 Kawasan Lindung Selancar di Indonesia, melindungi lebih dari 60 ombak selancar dan 80.000 ha ekosistem pesisir dan laut yang mencakup tiga pulau – Morotai, Sumba, dan Biak.
Melindungi ekosistem terumbu karang seluas 245 ha di Sumba Barat, 281 ha di Morotai, dan 267 ha di Biak-Supiori.
Melindungi ekosistem padang lamun seluas 9,9 ha di Sumba Barat, 195 ha di Morotai, dan 183,5 ha di Biak-Supiori.
Melindungi ekosistem daratan dan laut di setiap desa, termasuk hutan, kebun, hutan mangrove, vegetasi pantai, dan biota laut.
Lokasi Kerja Konservasi Selancar
Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur
Konservasi Indonesia, bersama mitra yang terlibat, antara lain pemerintah desa, kecamatan, hingga level kabupaten, Warisan Hijau for Sumba, Yayasan Satu Visi, Indonesia Locally Managed Marine Area (ILMMA), membentuk Kelompok Kerja Pengembangan Kawasan Pesisir Berbasis Masyarakat Kabupaten Sumba Barat di bawah Surat Keputusan Bupati no. KEP/HK/562/2020 dan melahirkan Kesepakatan Adat Patiala yang mengatur pengelolaan sumber daya alam di 4 desa dan 87 desa adat Dari sisi pengembangan pariwisata keberlanjutan bersama dengan Godevi kami telah melakukan pelatihan Pariwisata berbasis masyarakat. Proses untuk menciptakan Kawasan Lindung Selancar dan Rencana Pengelolaan Selancar sudah mulai dilakukan guna membangun keberlanjutan bagi pulau tersebut.
Morotai, Maluku Utara
Mitra-mitra yang terlibat, antara lain pemerintah desa, kecamatan, hingga level kabupaten, Indonesia Locally Managed Marine Area (ILMMA) membentuk Kelompok Kerja Program Konservasi dan Pengembangan Pariwisata yang Terintegrasi dan Berkelanjutan di bawah Surat Keputusan Bupati Nomor 556/460/KPTS/PM/20. Konservasi Indonesia berkolaborasi membuat Kawasan Selancar Terlindungi pertama di Indonesia, dengan tujuan untuk melindungi keanekaragaman hayati dan ekosistem selancar di Pulau Morotai. Pada awal tahun 2024, sepuluh desa di Morotai telah mendirikan kawasan selancar berbasis masyarakat dengan peraturan pengelolaan sumber daya alam di darat dan laut.
G-Land, Banyuwangi, Jawa Timur
G-land, Banyuwangi, memiliki ombak selancar berkualitas tinggi, serta ekosistem laut dan pesisir yang tak tergantikan. Konservasi Indonesia berkolaborasi dengan Yayasan Kaki Kita Sukadasa, Youth Conservation Initiative, dan Surf Camp di G-land. Kegiatan berupa tindak lanjut dari dukungan terhadap Pemerintah Indonesia dan Acara Besar World Surf League (WSL) di Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, pada Mei 2022. Dari sisi pengelolaan limbah, kerja sama berupa kegiatan daur ulang plastik dengan mengumpulkan limbah plastik lalu mendaur ulang menjadi produk bernilai ekonomi di area Alas Purwo.
Bali
Konservasi Indonesia bersama Youth Conservation Initiative melakukan kajian Surfonomics. Penelitian mengkaji pentingnya ekonomi pariwisata berbasis ekosistem ini bagi ekonomi lokal di Uluwatu, dengan mengidentifikasi pengeluaran individu pengguna (berdasarkan analisis pengeluaran langsung). Perkiraan populasi wisatawan selancar ke area tersebut (pantai Suluban dan Padang-padang) adalah 243.939 per tahun, dengan pengeluaran tahunan sebesar US$ 35,3 juta.
Biak dan Supriori, Papua
Mitra Konservasi Indonesia, Yayasan Pengelolaan Lokal Kawasan Laut, telah mendorong pembentukan 16 Locally Managed Marine Areas (Sawai, Aman, Diano, Wirinsos, Biawer, Komboy, Karui Berik, Marur, Yeruboi, Amoi, Maniri, Imbari, Koyomi, Inyobi, Wafor, dan Pariem) yang melindungi area laut dan daratan. Peraturan desa ini akan meningkatkan perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam termasuk perikanan dan lokasi selancar.