
JAKARTA, 11 JUNI 2025 – Dalam salah satu sesi penting di United Nations Ocean Conference (UNOC) 2025 di Nice, Prancis, Konservasi Indonesia (KI) menekankan pentingnya pendekatan holistik dalam pengelolaan kawasan laut. KI menyoroti bagaimana kerja sama lintas negara, seperti antara Indonesia dan Timor-Leste, menjadi kunci dalam menjaga keanekaragaman hayati laut sekaligus mendukung mata pencaharian masyarakat pesisir.
“Kami tidak hanya membangun satu kawasan konservasi, tetapi menciptakan tata kelola bentang laut yang menyeluruh, yang menggabungkan perlindungan ekosistem dengan ketahanan sosial dan ekonomi masyarakat,” ujar Senior Vice President dan Executive Chair Konservasi Indonesia, Meizani Irmadhiany, dalam sesi bertajuk The Guardians of the Blue: Linking Seascape Strategies, Ocean Ecosystems, and Whale Shark Conservation, yang diselenggarakan oleh KI di La Baleine, Palais de Exposition, Nice, Prancis, Selasa 10 Juni 2025 petang.
Wilayah fokus yang disebutkan adalah Bentang Laut Sunda Kecil (BLSK), yang menjadi rumah bagi spesies laut penting seperti paus biru kerdil, paus sperma, dan hiu paus. Kawasan ini juga menjadi jalur migrasi dan daerah pemijahan penting bagi perikanan lintas batas antara Indonesia dan Timor-Leste.
Melalui Coral Triangle Initiative (CTI-CFF), Meizani memaparkan bahwa kedua negara telah menyusun rencana aksi bersama, dengan dukungan dari KI dan Conservation International Timor Leste. Salah satu inisiatif unggulan adalah pembangunan pusat ilmu pengetahuan yang menghubungkan universitas di kedua negara untuk melakukan riset dan transfer pengetahuan.
Dia juga menyoroti keberhasilan kawasan konservasi laut berbasis spesies pertama di Indonesia, yaitu di Teluk Saleh, Sumbawa, yang berfokus pada perlindungan hiu paus. Kawasan ini menjadi contoh model konservasi yang melibatkan masyarakat lokal, pemerintah daerah, dan pusat, serta didukung oleh pemerintah Prancis. “Teluk Saleh adalah habitat penting bagi hiu paus muda. Melalui pariwisata berkelanjutan dan edukasi, masyarakat kini turut berperan aktif dalam pengumpulan data ilmiah,” tambah Meizani.
Ketua Komisi IV DPR RI yang membidangi perikanan, konservasi, dan kebijakan kelautan, Siti Hediati Soeharto dalam sesi yang sama menyampaikan bahwa Kawasan Konservasi Laut (KKL) adalah tentang memberikan perlindungan nyata, menyediakan alternatif ekonomi yang berkelanjutan, dan membangun ketahanan jangka panjang bagi masyarakat dan ekosistem.
“Indonesia bangga mengusung visi untuk melindungi 30% wilayah laut kita pada tahun 2045. Kawasan Laut Sunda Kecil, yang menjadi habitat hiu paus dan ekosistem terumbu karang yang kaya, berada di pusat ambisi ini. Kawasan ini tidak hanya penting secara ekologis, tetapi juga menopang perikanan skala kecil dan mata pencaharian yang memiliki nilai budaya,” ujar Titiek.
Titiek juga menyampaikan optimistis atas pendekatan KKL berbasis hiu paus yang sangat menjanjikan. Pendekatan ini, menurutnya, sangat lengkap karena menghubungkan konservasi keanekaragaman hayati dengan pengembangan pariwisata berkelanjutan, perikanan, serta penciptaan lapangan kerja lokal.
“DPR memberikan pengawasan anggaran dan akuntabilitas publik yang dibutuhkan agar KKL dikelola dengan baik dan didukung oleh masyarakat. Upaya ini merupakan bagian dari gerakan nasional yang lebih luas dan didukung oleh kerja sama internasional. Melalui keanggotaan kami dalam Caucus Kelautan Indonesia, kami bekerja lintas partai untuk memperkuat kebijakan kelautan dan alokasi sumber daya,” beber Titiek.
Tidak hanya itu, Titiek juga mengingatkan bahwa kementerian, masyarakat sipil, dan komunitas lokal harus bekerja sama untuk memperkuat ekowisata, perikanan berkelanjutan, budaya maritim, serta memastikan pemantauan ilmiah dan pembiayaan jangka panjang agar berhasil. “Saya mengucapkan terima kasih kepada para mitra kami: Konservasi Indonesia, Conservation International, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan atas dedikasinya. Ini adalah model yang patut ditiru, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh kawasan Segitiga Terumbu Karang dan wilayah lainnya. Mari kita ingat, konservasi bukan beban. Konservasi adalah investasi, dan ini adalah tanggung jawab bersama kita,” jelasnya.
Direktur Konservasi Ekosistem Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Firdaus Agung, memaparkan visi ambisius Indonesia dalam konservasi laut, yakni melindungi 30% wilayah laut nasional pada tahun 2045, atau dikenal sebagai pendekatan “30 by 45”. Dia menyebut, jika dunia menargetkan 30% perlindungan laut global pada 2030, maka Indonesia memiliki pendekatan yang lebih kontekstual dan berkelanjutan untuk wilayahnya sendiri.
Target tersebut mencakup perluasan kawasan konservasi laut hingga 97,5 juta hektare, atau hampir setara dengan luas negara Spanyol. “Hingga kini, Indonesia telah menetapkan 14,4 juta hektare kawasan konservasi laut di 57 lokasi yang menjadikan hiu dan pari sebagai spesies kunci. Salah satu pendekatan inovatif yang diangkat adalah penggunaan hiu paus sebagai spesies payung dalam konservasi. Melalui proyek percontohan di Nusa Tenggara, Indonesia, kami ingin menunjukkan bahwa dengan melindungi hiu paus, ekosistem laut secara keseluruhan pun juga ikut terlindungi,” tutur dia.
Lebih jauh Firdaus mengatakan, jika lingkungan sehat hiu paus sehat, maka masyarakat juga bisa mendapatkan manfaat dari pariwisata dan perikanan berkelanjutan. “Perlindungan menciptakan manfaat, masyarakat senang, pemerintah senang, komunitas global pun senang,” tutup Firdaus.
Tentang Konservasi Indonesia
Konservasi Indonesia (KI) merupakan yayasan nasional yang bertujuan mendukung pembangunan berkelanjutan dan pelestarian lingkungan di Indonesia. KI percaya pentingnya kemitraan multi pihak yang bersifat lintas sektor dan yurisdiksi untuk mendukung pelestarian lingkungan di Indonesia. Bermitra dengan Pemerintah dan para mitra, KI merancang dan menghadirkan solusi inovatif berbasis-alam, serta pendekatan strategi pengelolaan bentang alam dan bentang laut yang terintegrasi dan berkelanjutan untuk menghasilkan dampak positif dalam jangka panjang bagi masyarakat dan alam Indonesia. Informasi lebih lanjut: www.konservasi-id.org
Narahubung Media:
Megiza | Communications Manager Konservasi Indonesia | mmegiza@konservasi-id.org