
JAKARTA, 7 AGUSTUS 2025 — Konservasi Indonesia (KI) resmi meluncurkan sebuah karya yang merekam jejak inspiratif dari kearifan lokal masyarakat adat dalam menjaga alam, hari ini. Buku elektronik berjudul “Merajut Ekowisata Mangrove Andamata” mengangkat kisah Kampung Andamata di Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat, yang menjadi rumah untuk kelompok masyarakat pesisir yang telah menjaga ekosistem mangrove secara turun-temurun lewat sistem pengelolaan sumber daya alam berbasis adat.
Disusun oleh para peneliti Konservasi Indonesia bersama masyarakat pesisir Kampung Andamata, buku ini merupakan bentuk pengakuan terhadap peran vital masyarakat adat dalam konservasi karbon biru, sekaligus simbol kontribusi Indonesia dalam menjadikan pendekatan budaya sebagai bagian integral dari solusi iklim global. Di tengah meningkatnya tekanan terhadap wilayah pesisir, kisah Kampung Andamata menunjukkan bahwa tradisi dan keberlanjutan bisa berjalan beriringan.
Kerakera, sebuah praktik adat yang diterapkan masyarakat Andamata, adalah bentuk lokal dari sistem Sasi yang mengatur waktu tutup-buka kawasan mangrove untuk menjaga regenerasi ekosistem. Buku ini mengungkap bagaimana ekowisata bisa berkembang secara organik dari inisiatif masyarakat yang didukung oleh tata kelola adat.
Senior Policy Director Konservasi Indonesia, Adi Pradana menuturkan bahwa Kampung Andamata layak menjadi contoh nyata bahwa investasi konservasi paling berkelanjutan adalah pelestarian yang dilakukan bersama masyarakat. “Riset terbaru kami mencatat bahwa satu hektare mangrove di Fakfak menyimpan lebih dari 1.000 ton karbon. Ini menunjukkan bahwa pelestarian berbasis adat punya kontribusi besar bagi iklim global, dan itu dimulai dari sebuah kampung kecil di Papua Barat,” ungkap Adi.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat, Muhammad Ilham Nurdin, menyampaikan bahwa buku ini sebagai bukti bahwa pelestarian budaya dan alam bisa menjadi daya tarik wisata yang kuat. “Kami berharap model Andamata ini bisa menjadi inspirasi untuk kampung-kampung pesisir lainnya di Papua Barat bahkan tingkat global. Ekowisata bukan hanya tentang kunjungan, tetapi juga tentang pelestarian,” jelasnya.
Tokoh Adat Petuanan Arguni, Fakfak, Nafraris Gwasgwas, menyampaikan ekowisata hutan mangrove di Kampung Andamata tak lepas dari sistem adat Kerakera yang terus hidup dalam tradisi leluhur. “Aturan adat ini lebih dari sekadar tradisi, kini telah menjadi tulang punggung keberlanjutan pengelolaan sumber daya dan ekowisata. Dengan mengatur masa tutup-buka perairan, adalah cara kami menghormati alam, memberi waktu bagi laut dan mangrove untuk pulih, sehingga anak cucu kami kelak masih bisa menikmati hasilnya,” ujarnya.
Peluncuran buku ekowisata mangrove Kampung Andamata ini menjadi momen yang istimewa karena diumumkan pada pembukaan Workshop Nasional Kerangka Pembiayaan Berkelanjutan untuk Ekosistem Mangrove. Acara yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Pangan Republik Indonesia bersama World Economic Forum (WEF) melalui Blue Carbon Action Partnership (BCAP) global, serta Sekretariat National Blue Carbon Action Partnership (NBCAP) yang dijalankan oleh Konservasi Indonesia ini, bertujuan memperkuat sinergi pembiayaan lintas sektor untuk perlindungan dan pemulihan mangrove di Indonesia.
Ekosistem mangrove memegang peran penting dalam menghadapi perubahan iklim, melestarikan biodiversitas, serta menopang ekonomi masyarakat pesisir. Meski begitu, ekosistem ini masih menghadapi tantangan berat seperti konversi lahan, degradasi, dan keterbatasan dana konservasi. Melalui workshop ini, para pemangku kepentingan berkumpul untuk meninjau dan memberi masukan terhadap Kerangka Pembiayaan Mangrove yang dikembangkan BCAP agar selaras dengan konteks nasional.
Sebagai negara dengan kawasan mangrove terluas di dunia, Indonesia memiliki peluang memimpin upaya global dalam konservasi karbon biru. Workshop ini pun mengkaji keterpaduan antara konservasi dan pembangunan nasional, serta mengidentifikasi strategi konkret untuk mengatasi kesenjangan pendanaan. Para peserta yang hadir dari pemerintah, sektor keuangan, swasta, akademisi, hingga LSM, bersama-sama merumuskan peta jalan pembiayaan berkelanjutan.
Lebih dari sekadar dialog teknis, workshop ini juga membangun jejaring antarpihak yang lebih kokoh. Kolaborasi antar sektor ini diharapkan dapat mempercepat realisasi visi Indonesia dalam menerapkan ekonomi biru dan menempatkan masyarakat lokal sebagai mitra utama pembangunan berkelanjutan.
Dengan semangat kolaborasi, keberpihakan pada komunitas, dan komitmen terhadap iklim, peluncuran buku dan penyelenggaraan workshop ini menjadi tonggak penting dalam perjalanan Indonesia menjaga dan memulihkan ekosistem karbon biru.
Buku elektronik ”Merajut Ekowisata Mangrove Andamata” dapat dibaca melalui situs website Konservasi Indonesia di https://konservasi-id.org/merajut-ekowisata-mangrove-andamata/
Tentang Konservasi Indonesia
Konservasi Indonesia (KI) merupakan yayasan nasional yang bertujuan mendukung pembangunan berkelanjutan dan pelestarian lingkungan di Indonesia. KI percaya pentingnya kemitraan multi pihak yang bersifat lintas sektor dan yurisdiksi untuk mendukung pelestarian lingkungan di Indonesia. Bermitra dengan Pemerintah dan para mitra, KI merancang dan menghadirkan solusi inovatif berbasis-alam, serta pendekatan strategi pengelolaan bentang alam dan bentang laut yang terintegrasi dan berkelanjutan untuk menghasilkan dampak positif dalam jangka panjang bagi masyarakat dan alam Indonesia. Informasi lebih lanjut: www.konservasi-id.org.
Narahubung media:
Event and Media Engagement Coordinator Konservasi Indonesia | Nuniek | 0812-2123-4667