Masyarakat Sorong Selatan Harap Pemerintahan Baru Dukung Percepatan SK Hutan Adat
Nilai keanekaragaman hayati tinggi yang dimiliki hutan Sorong Selatan membutuhkan pengelolaan berkelanjutan untuk mendukung target pemerintah dalam penurunan emisi karbon.
SORONG SELATAN, 16 Oktober 2024 – Masyarakat Distrik Konda, Sorong Selatan, Papua Barat Daya, menyampaikan harapannya kepada pemerintahan baru yang akan dilantik pada 20 Oktober mendatang, untuk mendukung proses yang telah berjalan dalam mendapatkan hak atas pengelolaan hutan adat mereka. Saat ini, tim gabungan yang berasal dari direktorat dan dinas terkait, perwakilan perguruan tinggi, dan juga perwakilan organisasi lingkungan, tengah melakukan verifikasi subjek dan objek ke wilayah yang diajukan untuk mendapatkan Surat Keputusan (SK) penetapan atas hutan adat.
Nicodemus Mondar (42), perwakilan sub suku Nakna, mengatakan masyarakat Konda mendukung proses yang sedang dilakukan oleh tim verifikasi, dan telah bekerja sama untuk mendapatkan hasil sesuai yang diharapkan masyarakat selama ini. “Masyarakat merespon baik proses ini. Karena itu, kami berharap untuk pemerintah yang baru agar proses ini berjalan jangan hanya sampai di sini saja, dan terus ada koordinasi dengan kami masyarakat. Kami juga berharap para pendamping untuk tetap mendukung, agar kami dapat tetap menjaga dan melestarikan kami punya hutan,” ujar Nico.
Kerja tim verifikasi di Sorong Selatan ini didasarkan pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial. Dalam Permen tersebut dijelaskan bahwa perlu dilakukan verifikasi dan validasi oleh tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kementerian Lingkungan. Pada 7 Oktober lalu, Dirjen terkait mengeluarkan Surat Keputusan mengenai pembentukan tim terpadu verifikasi usulan penetapan hutan adat di Kabupaten Sorong Selatan.
Koordinator Tim Verifikasi, Yuli Prasetyo Nugroho, yang juga Kepala Subdirektorat Penetapan Hutan Adat dan Hutan Hak KLHK, mengatakan bahwa tim terpadu yang turun ke lapangan sejak Sabtu lalu hingga hari ini bertujuan untuk memastikan kesesuaian antara tata ruang dengan tata negara, tata pemerintahan, maupun oleh kearifan lokal adat.
Prasetyo mengakui dalam proses verifikasi subyek dan obyek ini, ada beberapa tantangan yang ditemui di lapangan. “Kalau tantangan yang ditemui pastinya banyak, karena pandangan semua orang di dalam tim terpadu tidak satu gambaran. Jadi, kami harus menyatukan untuk sama-sama memahami bahwa proses yang dilakukan ini adalah untuk rakyat, bukan untuk kita-kita,” tuturnya.
Setelah proses verifikasi ini, Pras menjelaskan, tim terpadu akan menetapkan rekomendasi. Dia menilai, rentang waktu yang dibutuhkan belum dapat ditentukan. “Tetapi kalau di sini saya kira tidak terlalu banyak persoalan, kecuali nanti kita harus banyak diskusi dengan teman-teman di Menkopolhukam dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang serta Badan Pertanahan Nasional. Karena di sini sudah banyak pelepasan hutan yang sifatnya sudah HPL (hak pengelolaan). Ini yang mungkin perlu diskusi lebih lanjut,” sebut dia.
Raimer Helweldery, South Sorong Field Coordinator Konservasi Indonesia yang juga menjadi bagian dari tim terpadu menyampaikan proses verifikasi hingga saat ini berlangsung dengan kondusif. Konservasi Indonesia (KI) sendiri menerapkan prinsip Padiatapa atau persetujuan di awal tanpa paksaan, selama melakukan pendampingan kepada masyarakat adat Distrik Konda hingga kini.
“Proses yang kondusif itu membuat Kabupaten Sorong Selatan bisa berjalan secara objektif mulai dari tahapan pemetaan, kemudian pengusulan hutan adat, hingga verifikasi hutan adat ini. Situasi kondusif juga terbangun atas model pemetaan yang kita terapkan, di mana pemetaan difasilitasi tidak di skala marga atau perkeluarga atau perorangan, tetapi pemetaan di tingkat sub suku. Peta yang kami fasilitasi pembuatannya tidak membatasi hak ulayat per marga atau per orang, namun merupakan peta kesukuan yang tidak membatasi hak ulayat, dan hak ulayat itu dapat dipertanggungjawabkan masyarakat di sidang adat, karena batas hak ulayat per marga/perorangan hanya dapat diputuskan melalui sidang adat.” papar Raimer.
Papua Program Director Konservasi Indonesia, Roberth Mandosir, menyatakan dukungan atas harapan besar dari masyarakat Konda kepada pemerintahan yang baru. Terlebih, dalam sebuah kajian yang dilakukan KI bersama Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat pada 2023, menunjukkan bahwa dari 654.900 hektare luas Sorong Selatan, sebanyak 497.522 hektare teridentifikasi sebagai kawasan bernilai konservasi tinggi.
“Sorong Selatan memiliki sebanyak 32 tipe ekosistem alami, di dalamnya termasuk 287.905 hektare hutan dan lahan gambut, yang memegang peran penting sebagai habitat bagi keanekaragaman hayati, serta identitas dan penghidupan masyarakat adat. Di tengah masalah krisis iklim dan komitmen pemerintah Indonesia dalam menekan emisi dari sektor kehutanan dan lahan,membangun daya adaptasi iklim masyarakat, dan menjaga kelestarian keanekaragaman hayati, upaya untuk meningkatkan perlindungan dan pengelolaan berkelanjutan hutan di Sorong Selatan menjadi hal yang sangat penting. Karena itu kami sangat mendukung permohonan dan proses pengajuan status hutan adat yang diajukan oleh masyarakat setempat,” papar Roberth.
Tentang Konservasi Indonesia - Konservasi Indonesia (KI) merupakan yayasan nasional yang bertujuan mendukung pembangunan berkelanjutan dan pelestarian lingkungan di Indonesia. KI percaya pentingnya kemitraan multi pihak yang bersifat lintas sektor dan yurisdiksi untuk mendukung pelestarian lingkungan di Indonesia. Bermitra dengan Pemerintah dan para mitra, KI merancang dan menghadirkan solusi inovatif berbasis-alam, serta pendekatan strategi pengelolaan bentang alam dan bentang laut yang terintegrasi dan berkelanjutan untuk menghasilkan dampak positif dalam jangka panjang bagi masyarakat dan alam Indonesia. Informasi lebih lanjut: www.konservasi-id.org