Sumatra Utara, Papua Barat dan Papua Barat Daya Siap Jadi Model Pembangunan Rendah Karbon di Indonesia

Ekosistem mangrove dan gambut ketiga provinsi meningkat melalui proyek IKI-PME yang dilaksanakan selama tiga tahun.

Gambar 1. Konferensi Pers Rampungnya Proyek IKI-PME
(©Konservasi Indonesia/Claudia Suwuh)

JAKARTA, 27 Juni 2023 – Proyek PME yang juga dikenal sebagai Ekosistem Gambut dan Mangrove yang berfokus pada mitigasi, adaptasi melalui konservasi, dan penghidupan berkelanjutan di ekosistem gambut dan mangrove Indonesia, resmi rampung setelah tiga tahun pelaksanaan.

Proyek yang didanai oleh International Climate Initiative (IKI) ini menitikberatkan pada pengurangan langsung emisi gas rumah kaca melalui perlindungan, restorasi, dan pengelolaan ekosistem gambut dan mangrove yang efisien dan efektif. Kegiatannya meliputi dukungan penguatan kebijakan, peningkatan kapasitas, pemberdayaan ekonomi masyarakat, serta perlindungan dan konservasi keanekaragaman hayati.

Melalui proyek IKI-PME, yang dipimpin oleh Konservasi Indonesia bekerja sama dengan Wetlands International Indonesia (YLBA) dan Center for International Forestry Research (CIFOR), seluas 742.234 hektar ekosistem gambut dan mangrove telah berhasil didukung dalam retensi yang luas dan pengelolaan yang efektif melalui peningkatan konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan di provinsi percontohan, yaitu Sumatra Utara, Papua Barat, dan dan sebagian wilayah Papua Barat Daya - setelah pembagian provinsi baru. Intervensi dilakukan melalui fasilitasi penguatan kebijakan dalam Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi Papua Barat serta pelaksanaan kegiatan patroli menggunakan alat pemantauan dan pelaporan spasial atau Spatial Monitoring and Reporting Tools (SMART), sementara restorasi gambut telah diselesaikan di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara.

Sebanyak 2.500 orang dari tiga provinsi tersebut telah mendapatkan peningkatan kapasitas melalui 98 pelatihan di Papua Barat dan 30 pelatihan di Tapanuli Selatan. Dari pelatihan tersebut masyarakat provinsi telah mendapatkan pelatihan diversifikasi produk, seperti budidaya ikan dan bebek, kompos blok, minyak sereh wangi, sedotan berbahan dasar tapioka, dan eco-printing sebagai mata pencaharian berkelanjutan di ekosistem gambut dan mangrove. Selain itu, mereka diberikan juga peningkatan keterampilan dalam perbaikan dan perawatan mesin ketinting, perbaikan jaring ikan (gill net), serta kemampuan dalam identifikasi dan pemantauan potensi Sumber Daya Alam (SDA).

“Proyek seperti IKI-PME sangat mendukung agenda dan capaian dari Pemerintah Indonesia dalam Pembangunan Rendah Karbon (PRK), Pembangunan Berketahanan Iklim (PBI) sekaligus Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB). Kami berharap keberhasilan IKI-PME nantinya dapat direplikasi oleh provinsi lain yang pada akhirnya dapat berkontribusi dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim Indonesia,” ungkap Direktur Kehutanan dan Sumber Daya Air BAPPENAS, Nur Hygiawati Rahayu di Jakarta, hari ini.

Dari data yang dimiliki Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Provinsi Sumatra Utara, saat ini, memiliki sekitar 38.205 hektare mangrove dan 526,701 hektare gambut. Khusus untuk ekosistem gambut, sebanyak 99,76% di antaranya masih perlu pengelolaan lebih maksimal karena Sumatra Utara merupakan provinsi ke delapan dalam luasan gambut secara nasional. Sedangkan, Papua Barat dan Papua Barat Daya luasan gambut mencapai 957,826 hektare, mangrove 91,120 hektare, dan gambut yang berasosiasi dengan mangrove seluas 332,407 hektare. Dengan luasan ini Papua Barat dan Papua Barat Daya menjadi provinsi kedua setelah Provinsi Papua dengan gambut dan mangrove terbesar serta terluas di Indonesia.

Ketua Dewan Pengurus Yayasan Konservasi Indonesia, Meizani Irmadhiany, menyampaikan kerja sama dengan BAPPENAS melalui proyek IKI-PME ini telah berhasil membentuk Tim Koordinasi Strategis Lahan Basah yang kemudian melahirkan dokumen Strategi Nasional Lahan Basah Ekosistem Gambut dan Mangrove yang diluncurkan pada awal Februari lalu.

Senada dengan hal itu, Kepala Bidang Perekonomian dan Sumber Daya Alam, Badan Perencanaan Penelitian, dan Pengembangan (Bappelitbang) Sumatra Utara, Tarsudi, S.P., M.Si, menilai meski wilayah Sumatra Utara didominasi perairan. Namun, selama ini, lebih banyak mengembangkan wilayah daratan.

“Kami juga mendukung Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP) Papua Barat yang menjamin pencegahan konversi lahan gambut dan mangrove seluas 388.341 hektare,” kata Meizani.

Lebih lanjut, Meizani menambahkan, Konservasi Indonesia dan pihak swasta di Sumatra Utara telah menyelesaikan rencana restorasi gambut seluas 350 hektar, yang implementasinya sedang dijalankan saat ini. “Dalam penilaian keanekaragaman hayati, kami menemukan 7 spesies terancam punah (berdasarkan kategori IUCN) di lokasi yang berpotensi lestari. Keberhasilan pemahaman masyarakat dalam melestarikan ekosistem mangrove dan gambut akan secara signifikan meningkatkan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim di masa depan,” jelas Meizani.

Di tempat yang sama, Program Coordinator of Wetlands Restoration and Community Development Yayasan Lahan Basah, Eko Budi Priyanto, menjelaskan bahwa proyek IKI-PME, telah melakukan percontohan perlindungan dan pemulihan gambut bersama masyarakat. YLBA sendiri mengambil peran penting dalam proyek ini untuk wilayah Tapanuli Selatan.

“Secara jelas, dari kegiatan yang kami selesaikan di Sumatra Utara, ada perbaikan lahan gambut di Muara Manompas. Restorasi gambut yang berhasil dilakukan merupakan kerja sama dengan masyarakat melalui penanaman tanaman asli lahan gambut, yang dikenal dengan Palludiculture, di lahan seluas 200 hektare,” kata Eko.


Previous
Previous

Program Sawit Berkelanjutan dan Konservasi Air Berbasis Kearifan Lokal Tapanuli Selatan Menangkan SDGs Action Awards 2023

Next
Next

Pemerintah Provinsi Sumatra Utara Siap Kembangkan Kawasan Konservasi Perairan Bersama Konservasi Indonesia